Candi Sumber Awan | Kota Malang bukan saja dikenal dengan kuliner basonya nan lezat, udara sejuknya, namun juga kenyamanan dan kebersihan kotanya, sejauh perjalanan saya di tanah air, sepenglihatan saya Kota Malang adalah Kota terbersih.
Tak hanya itu, Malang juga dikenal menyimpan berbagai nilai historis, dengan banyaknya ditemukan candi-candi dengan pengaruh Hindu dan Budha.
Yuuuk… kali ini saya berkunjung ke candi terkenal Sumber Awan di Malang. Saya sendiri pertama diceritakan seorang teman yang asli lahir dan besar di Malang masih merasa asing mendengar nama candi “Sumber Awan”, mungkin diantara kita secara garis besar hanya mengenal candi Prambanan, Borobudur, sebagai candi yang memang berukuran besar dan luas, namun Candi Sumber Awan tak kalah menyimpan sejarah nan panjang kisah Kerajaan Majapahit.
Kurang lebih 6 km dari candi Singosari di Tumpang, candi Sumber Awan ini melewati sebuah sungai kecil selebar dua meter, sebuah jalan tanah setapak yang hanya bisa dilalui dua orang. Dasar sungai dari bebatuan dan ikan-ikan kecil tampak lalu lalang menandakan jika air yang mengalir cukup jernih.
Sebuah plang bertuliskan Candi Sumber Awan menunjuk ke arah barat. Di sisi kiri tampak hamparan sawah yang sudah gundul, panen telah tiba, kesibukan penduduk memotong padi dan memipilnya menjadi pemandangan yang menyertai perjalanan kita, tak ketinggalan anak-anak kecil juga tengah asik mandi di sungai yang airnya berasal dari sumber mata air di sebelah lokasi Candi Sumber Awan.
Sepanjang tahun tak pernah berhenti aliran sumber air dari kaki Gunung arjuna ini mengalir. Setelah berjalan 10 menit, sedikit berbelok ke kanan di tepi hutan pinus tampak sebuah bangunan yang terbuat dari batu andesit, khas bangunan candi.
Namun, tidak seperti candi pada umumnya, bangunan Candi Sumber Awan berbentuk stupa dan merupakan satu-satunya candi yang berbentuk stupa di Jawa Timur. Tak heran jika di depan pagar lokasi candi ada dua plakat nama Candi Sumber Awan dan Stupa Sumber Awan.
Lokasi candi ini berada di pinggir hutan pinus yang berada di lereng Gunung Arjuna. Berada di antara kolam yang berasal dari sumber di samping candi.
Belum ada seorangpun tampak di sini, kantor penjaga juga masih tutup, namun kita bisa masuk dan melihat candi dari dekat, dan papan informasi yang berisikan sejarah candi Sumber awan juga jelas tertulis dalam dua bahasa, bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, berbagai artikel tentang candi ini dari berbagai media massa juga tertempel rapi, sehingga sayapun bisa mendapatkan informasi lengkap tanpa kehadiran seorang guide.
Hanya seorang ibu tua sedang menyapu halaman candi, bertegur sapa sejenak dan mengobrol ringan, bu Ngartijem sudah bekerja membantu membersihkan halaman candi selama hampir 3 tahun, dan pengunjung banyak dari kalangan lokal, pelajar dan para umat yang beribadah maupun sekedar berkunjung.
Tertulis di papan informasi bahwa Stupa ini tingginya sekira 2,23 meter dan terletak di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Candi Sumber Awan tidak lepas dari kerajaan Majapahit, khususnya di era kepemimpinan Hayam Wuruk.
Berdasarkan kitab Negarakertagama, Candi SumberAwan diperkirakan dibangun pada abad 14 sampai 15 Masehi, atau pada masa periode Majapahit. Dibuktikan dari bentuk batur atau stupa yang ada. Bahkan dari latar belakangnya, bisa dipastikan kalau candi ini dibangun pada kejayaan agama Budha di Indonesia.
Dahulu lokasi Candi Sumber Awan pernah dikunjungi Raja Hayam Wuruk di tahun 1359 Masehi ketika melakukan perjalanan keliling wilayahnya. Tentu saat itu kawasan ini masih dalam bentuk hutan belantara. Hayam Wuruk menemukan beberapa sumber mata air yang memiliki aura tinggi. Karena itu, ia membangun Candi Sumber Awan dan waktu itu dikenal sebagai Kasurangganan atau padepokan. Istilah Kasurangganan sendiri cukup terkenal di Kitab Negarakertagama.
Candi ini ditemukan pertama kali tahun 1904. Saat ditemukan, stupa candi sudah tidak ada. Selanjutnya, pada tahun 1935, dilakukan penelitian oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda yang kemudian dilanjutkan pemugaran pada bagian kaki candi pada tahun 1937.
Pemugaran tidak bisa dilakukan dengan sempurna, karena itulah ada beberapa bagian yang direkontruksi secara darurat. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar dan kaki candi memiliki penampit pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma. Bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
Saat renovasi, karena kesulitan dalam perencanaan kembali bagian atas candi, maka bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diperkirakan pada puncaknya tidak dipasang payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak ditemukan sama sekali.
Di sekitar lokasi candi juga ada bangunan yang digunakan untuk para pelaku spiritual yang ingin bermalam. Ada dua bilik kamar yang di depannya memancar air yang tak pernah berhenti. Di sebelah barat candi juga ada lokasi sumber mata air yang digunakan sebagai tempat bersuci. Lokasi-lokasi ini juga tak pernah sepi dari beberapa sesajen maupun aroma dupa serta kembang sekar.
Candi menjadi bukti sejarah Bangsa sebagai benang merah kejayaan Kerajaan Majapahit, bentuk perkembangan masyarakat dengan segala aspek kehidupan social, agama dan budaya, dan kini menjadi wujud nyata kekayaan budaya yang tak lekang di telan zaman bagi ilmu pengetahuan.